Modernis.co, Jakarta – Terbongkar alasan pejabat korupsi di Indonesia semakin gila. Padahal mereka sudah memiliki gaji dan tunjungan super besar. Salah satunya karena gaya hidup mewah dan selingkuhan?
Besarnya gaji dan tunjangan anggota dewan misalnya yang sangat berbeda jauh dengan pendapatan penuh guru honorer yaitu 300 ribu sebulan.
Berita tentang pejabat yang terjerat kasus korupsi seolah tak ada habisnya. Masyarakat seringkali bertanya-tanya, “mengapa mereka masih korupsi padahal gajinya sudah besar?”
Pertanyaan ini memang logis. Gaji dan tunjangan pejabat di Indonesia sudah sangat mencukupi, bahkan bisa dibilang sangat besar dan diluar nalar.
Namun kenyataannya gaji besar tidak menjamin seseorang pejabat yang memiliki mental dan pengetahuan dibawah rata-rata memang tidak bisa keluar dari godaan korupsi.
Berikut adalah lima alasan utama mengapa para pejabat tetap melakukan korupsi meskipun sudah menerima gaji yang besar.
1. Tamak, Rakus, dan Tidak Bersyukur
Penyebab utama korupsi adalah sifat tamak, rakus, dan tidak bersyukur. Sifat ini tidak ada hubungannya dengan besar kecilnya sebuah gaji.
Orang yang tamak selalu merasa kurang dan tidak peduli seberapa banyak harta yang sudah ia miliki. Mereka selalu ingin lebih dan lebih lagi tanpa henti.
Bagi mereka uang dan kekuasaan merupakan tujuan utama. Uniknya ciri-ciri koruptor adalah kinerja mereka nol besar namun haus akan pujian.
Korupsi menjadi jalan pintas untuk memenuhi keinginan mereka yang tak terbatas, bahkan jika itu harus merugikan banyak orang. Gaji besar yang mereka terima selalu terasa tidak cukup untuk memenuhi semua hasratnya.
2. Tidak Takut Tuhan (Neraka)
Di Indonesia para pejabat dan aparat korup tidak takut dengan tuhan. Anehnya setiap peringatan hari besar keagamaan mereka muncul seolah paling religius. Ini adalah lelucon.
Para pejabat dan aparat korup tidak takut dengan tuhan. Seolah-olah tindakan mereka lepas dari pengawasan sang pencipta kehidupan.
Padahal orang yang beriman dan takut akan Tuhan biasanya akan berpikir dua kali sebelum melakukan perbuatan dosa, termasuk korupsi.
Orang yang merasa takut dengan tuhannya sadar bahwa setiap perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya di akhirat. Namun, tidak semua orang memiliki keyakinan yang kuat.
Banyak dari pejabat yang korupsi tampaknya tidak takut akan Tuhan dan hari pembalasan. Mereka mengabaikan nilai-nilai agama yang mengajarkan kejujuran dan amanah.
Mereka hanya fokus pada keuntungan duniawi sesaat tanpa memikirkan konsekuensi spiritual yang akan mereka hadapi di neraka kelak. Agama seolah hanya menjadi formalitas, bukan pedoman hidup.
3. Dugaan Menyimpan Selingkuhan
Uang hasil korupsi sering dipakai untuk hal-hal yang tidak senonoh dan merupakan dosa besar. Hasil pajak rakyat yang pejabat korupsi itu diduga untuk gaya hidup mewah dan biaya hidup selingkuhan.
Sehingga uang hasil korupsi pejabat digunakan untuk memenuhi aktivitas menjijikan dan kebutuhan lain yang tidak tercatat. Salah satu dugaan yang sering muncul adalah untuk membiayai selingkuhan.
Gaya hidup selingkuhan yang cenderung mewah membuat para pejabat dan aparat yang korup memutar cara untuk memnuhinya.
Mulai dari biaya apartemen, mobil, perhiasan, hingga liburan ke luar negeri, tentu membutuhkan biaya yang sangat besar.
Gaji resmi seorang pejabat meskipun besar mungkin tidak cukup untuk menutupi biaya hidup ganda ini. Apalagi mereka memiliki keluarga asli dan selingkuhan yang jumlah mungkin lebih dari satu.
Korupsi pun menjadi jalan keluar untuk membiayai gaya hidup tersembunyi tersebut, yang tentunya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
4. Gaya Hidup Mewah
Di era modern ini tekanan untuk memiliki gaya hidup mewah sangat kuat. Pejabat seringkali terjebak dalam lingkaran kompetisi sosial.
Pejabat yang tidak mampu berpikir merasa harus memiliki barang-barang mewah seperti mobil sport, jam tangan mahal, dan tas bermerek, serta sering keluar negeri untuk menunjukkan status dan kekuasaan.
Hidup yang bergelimang harta dan kemewahan ini tentu tidak bisa hanya mengandalkan gaji resmi. Lagi-lagi pajak rakyat mereka ambil demi kepuasan pribadi.
Korupsi menjadi solusi instan untuk membiayai segala bentuk kemewahan yang mereka inginkan, tanpa peduli dari mana sumber uang itu berasal.
5. Tidak Punya Malu
Penyebab terakhir adalah tidak punya malu. Rasa malu adalah salah satu pilar moral yang membuat seseorang enggan melakukan perbuatan tercela.
Namun, banyak dari pejabat yang korupsi sudah kehilangan rasa malu. Mereka tidak lagi peduli dengan pandangan masyarakat, cemoohan, atau bahkan aib yang akan ditanggung keluarga.
Bagi mereka, hukuman sosial dan sanksi dari masyarakat tidak lagi menakutkan. Yang penting adalah mereka bisa terus menikmati kekayaan yang didapat dari hasil korupsi.
Rasa malu yang seharusnya menjadi rem, kini sudah hilang entah ke mana. Para pejabat korup tidak memiliki malu. Bahkan keluarganya pun tidak memiliki malu punya anggota keluarga yang korupsi.
Mencegah korupsi tidak cukup hanya dengan menaikkan gaji. Ini adalah masalah moral, spiritual, mental, serta kualifikasi kompetensi yang sangat rendah ketika pencalonan jabatan.
Perlu ada pendidikan karakter, penegakan hukum yang tegas, transparansi data penggunaan anggaran dan kinerja pejabat, serta pengawasan yang ketat agar korupsi bisa diberantas.
Suara rakyat suara tuhan, dengarkan dan kerjakan wahai pelayan yang digaji dari uang rakyta. (IF)